UPAYA HUKUM TERHADAP SENGKETA PERJANJIAN UTANG PIUTANG
Klien A
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Pertanyaan:
Beberapa waktu lalu, saya mengambil kredit sejumlah 500 juta di Bank BNI untuk keperluan membuka apotik dengan harapan bisa membayar cicilan kredit dari omset penjualan apotik. Di beberapa bulan pertama saya selalu bayar tepat waktu namun ditengah jalan omset saya menurun dan memerlukan pinjaman untuk melunasi hutang saya di Bank. Oleh karenanya saya meminjam ke temannya teman saya sejumlah 500 juta dan berbunga 600 juta dengan jaminan Sertifikat Rumah. Karena saya sangat butuh, saya sepakat dan saya membuat perjanjian hutang piutang dengan si pemberi piutang di hadapan notaris. Kemudian setelah beberapa waktu kemudian, saya disomasi dengan tuntutan segera meninggalkan rumah saya padahal masih belum tanggal jatuh tempo. Dan kagetnya, perjanjian yang awalnya hutang piutang tiba-tiba berubah menjadi akta jual beli. Dan oleh karena hal ini, saya merugi dan saya ingin keadilan terhadap saya. Apa upaya hukum yang bisa saya lakukan? *contoh kasus hutang piutang
Jawaban:
Pertama yang harus diperhatikan adalah mengenai sudah terpenuhi atau belum syarat sah perjanjian hutang-piutang yang telah dilakukan oleh pihak korban. Syarat sah perjanjian ini dapat dilihat pada Pasal 1320 KUHPerdata yang intinya syarat sah perjanjian dibagi menjadi dua yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.
Syarat subjektif meliputi:
- Cakap Hukum -> Usia sudah diatas 18 tahun
- Adanya kesepakatan dari kedua belah pihak (Asas
Konsesualisme)
Syarat Objektif meliputi:
- Objek yang diperjanjian adalah suatu hal yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang - Sebab terjadinya perjanjian adalah suatu hal yang
halal
Jika syarat-syarat tersebut sudah terpenuhi, maka selanjutnya korban memiliki dasar kuat bahwa pada saat itu yang ia perjanjikan adalah perjanjian hutang-piutang. Perjanjian yang dibuat didepan notaris juga tentunya memiliki kekuatan hukum dalam pembuktian yang lebih kuat jika dikomparasikan dengan perjanjian dibawah tangan. Pembuatan perjanjian didepan notaris ini disebut dengan Akta Otentik yang berguna untuk dapat melindungi diri dari tindakan hukum di masa mendatang.
Selanjutnya, perlu diketahui apakah prosedur pembuatan perjanjian di notaris sudah menjalankan kewajibannya sesuai dengan prosedur yang berada pada UU No. 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Kemudian jika masih banyak kecurigaan yang timbul, maka jalur yang paling tepat adalah melayangkan somasi dan apabila somasi tidak direspon maka selanjutnya dengan memperhatikan cerita yang disampaikan oleh klien langkah yang paling tepat adalah mengajukan gugatan perbuatan melanggar hukum kepada pelaku. Karena apabila perjanjian yang awalnya hutang piutang tiba-tiba menjadi perjanjian jual beli dan telah berubah menjadi akta jual beli bahkan sudah menjadi sertifikat itu sudah dapat dikatakan melanggar undang-undang dalam kronologi kasus tersebut, yaitu melanggar Pasal 1328 KUHPerdata tentang penipuan.
Selebihnya akibat perbuatan melanggar hukum tersebut, korban juga merasa dirugikan baik secara materiil maupun immaterial. Selain itu, ketika gugatan telah didaftarkan, nomer register perkara telah dikeluarkan, sertifikat tanah tersebut juga dapat dimohonkan blokir sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
MOTIF PENIPUAN INVESTASI ONLINE
Klien B
Dijawab oleh: Arvian Raynardhy., S.H.
Pertanyaan:
Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti program investasi online di whatsapp dengan iming-iming imbalan 10% tiap bulannya. Saya sudah meletakkan sebagaian kekayaan saya kesana. Pada awalnya hasil keuntungan berjalan lancar, namun pada akhirnya hasil keuntungan mulai tidak terbayarkan hingga pada akhirnya pihak penyelenggara melarikan diri. Apakah bisa saya meminta ganti rugi? *motif penipuan online
Jawaban:
Secara rasional, tidak ada investasi yang bisa memberikan keuntungan hingga 10% secara kontinu dalam waktu yang singkat. Jika kita komparasikan dengan bank, bank saja memberi bunga 6-8% dengan jangka waktu bulanan hingga tahunan. Selain itu, secara hukum ketika seseorang ingin berinvestasi dia harus paham dan menyetujui terlebih dahulu masalah prospektus, fund fact sheet, dan beberapa berkas lain untuk kepentingan berinvestasi. Tempat dimana mau berinvestasi pun juga seharusnya terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Secara hukum, semua hal yang berkaitan dengan pasar modal atau valuta asing telah diatur secara tegas. Investasi di Pasar Modal dan Valuta Asing diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/7/Pbi/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/10/Pbi/2018 Tentang Transaksi Domestic Non-Deliverable Forward. Sehingga dalam hal ini terdapat motif penipuan dari pihak penyelenggara investasi online.
Penipuan dalam hal ini dapat diarahkan ke ranah perdata atau pidana. Jika korban lebih ingin mengutamakan ganti rugi, maka langkah yang tepat adalah melayangkan somasi perdata kepada penyelenggara investasi online dengan menyampaikan apa yang menjadi haknya. Jika belum ada tanggapan maka dapat dilayangkan gugatan perdata dengan dasar perbuatan melanggar hukum Pasal 1365 KUHPerdata. Dan apabila ketika jalur perdata ditempuh dan pihak penyelenggara tidak dapat memberikan ganti rugi sebesar hak yang seharusnya diperoleh oleh korban maka langkah yang harus ditempuh adalah melaporkan ke polisi mengenai adanya dugaan penipuan dan dilanjutkan ke ranah pidana. Penipuan dalam hukum pidana diatur dalam Pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun.
PROBLEMATIKA PERKAWINAN USIA DINI
Klien C
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Pertanyaan :
Saya punya anak perempuan berusia 12 tahun dan ada lelaki berusia 13 tahun yang ingin meminangnya. Namun saya masih takut masalah hukumnya. Apakah boleh anak saya yang masih berusia dibawah umur menikah dengan lelaki yang telah berusia 13 tahun? * contoh kasus pernikahan dini
Jawaban :
Perkawinan kedua mempelai tersebut manakala mengacu pada Pasal 7 Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah tidak dibenarkan dalam arti tidak sesuai atau melanggar ketentuan terkait dengan batas usia minimum untuk kawin, yang mana di dalam Pasal 7 ayat 1 diatur bahwa “perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun”. Namun, Pasal 7 ayat 2 mengatur bahwa “dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat 1, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup”.
Dari pernyataan tersebut apabila perkawinan tersebut harus atau terpaksa dilaksanakan maka orang tua dari kedua calon mempelai harus mengajukan permohonan dispensasi kepada Pengadilan mengingat kedua calon mempelai tersebut masih dibawah usia 19 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai Pencatat Nikah dan Tata Kerja Pengadilan Agama dalam Melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan bagi Beragama Islam. Serta Peraturan Menteri Agama No 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah pada Pasal 8 bahwa apabila seorang calon suami belum mencapai seorang calon istri belum mencapai umur 16 harus mendapat dispensasi dari pengadilan.
Upaya Hukum terhadap Permohonan Pailit yang diajukan oleh Karyawan Perusahaan
Klien D
Dijawab oleh: Arvian Raynardhy., S.H.
Pertanyaan:
Perusahaan saya yang bernama PT. AMD, bergerak di bidang tekstil dan sudah berlangsung selama 25 tahun lebih dengan status cash flow lancar di Surabaya. Tapi ketika pandemi corona semua berubah dan menurun pesat. Karena keterbatasan finansial, perusahaan saya memiliki tunggakan upah gaji dan tunjangan karyawan yang belum saya bayarkan. Jika dikalkulasikan sekitar 2,7 miliar. Akibatnya dengan terpaksa saya harus memberhentikan banyak karyawan saya. Namun saya mendapat penolakan dari pihak karyawan dan bahkan kini perusahaan saya dimohonkan pailit oleh karyawan saya. Langkah apa yang dapat saya tempuh? *contoh kasus kepailitan
Jawaban:
Berdasarkan kronologi kejadian yang telah dipaparkan maka langkah yang dapat ditempuh adalah mengajukan permohonan PKPU kepada Pengadilan Niaga Surabaya. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 222 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang, PT.AMD berhak mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang karena telah memenuhi unsur dalam pasal 222 ayat (2) diatas.
Selanjutnya pemohon harus memenuhi syarat-syarat permohonan PKPU yang diatur dalam Pasal 224 dan Pasal 6 UU Kepailitan. Setelah semua persyaratan terpenuhi, pemohon PKPU tinggal menunggu hasil keputusan dari pengadilan niaga setempat selama 45 hari. Dan selama waktu menunggu tersebut, para kreditor tidak memiliki hak tagih terhadap debitor. Dan akibat hukum untuk para debitor mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengurusan terhadap perusahaannya kecuali atas seizin pengawas. Selebihnya dalam jangka waktu 270 hari sejak diterimanya permohonan PKPU, Ketua Pengadilan Niaga harus memberikan putusan mengenai PKPU Tetap dan menentukan langkah perdamaian bagi kedua belah pihak. Perdamaian tersebut biasanya berbentuk restrukturisasi hutang (moratorium, haircut, pengurangan tingkat suku bunga, perpanjangan waktu waktu pelunasan, konversi utang pada saham, pembebasan utang, bailout, atau write off). Dan berdasarkan Pasal 235 UU No. 37 Tahun 2004, terhadap putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.
Tanggung Jawab Pasien terhadap Rumah Sakit tentang Informasi Medis Diri Pasien
Klien E
Dijawab oleh: Arvian Raynardhy., S.H.
Pertanyaan:
Rumah Sakit kami mendapatkan surat permohonan dari pihak almarhum RH sebagai mantan pasien kami. Surat permohonan tersebut menyatakan bahwa keluarga almarhum RH ingin melakukan klaim asuransi jasa raharja dan membutuhkan surat keterangan meninggal karena kecelakaan dari rumah sakit. Namun pada saat pasien masuk, keluarga pasien memberikan informasi bahwa kondisi pasien pada saat awal masuk rumah sakit karena jatuh bukan karena kecelakaan. Apakah secara hukum kami dapat memenuhi permohonan keluarga pasien?
Jawaban:
Meninjau permasalahan tersebut, Rumah sakit tidak dapat memenuhi permohonan keluarga pasien. Karena Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit sudah di dasarkan pada keterangan/informasi dari keluarga yang menyatakan bahwa Almarhum RH dibawa ke Rumah Sakit karena jatuh bukan karena kecelakaan dan sudah seharusnya keluarga Almarhum RH saat pasien datang ke Rumah Sakit menyampaikan informasi yang sebenar-benarnya sebagaimana ketentuan Pasal 53 huruf a Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyatakan:
“Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya”
PENGALIHAN KEPEMILIKAN SAHAM KEPADA AHLI WARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS NO.40 TAHUN 2007
Klien F
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Pertanyaan:
Rekan saya memiliki Perusahaan bernama PT. Menara Cahaya, Perusahaan tersebut terdapat di Semarang dan Surabaya. Pemegang saham (Andi) dari perusahaan tersebut meninggal dunia. Ia meninggalkan seorang istri dan anaknya yang masih berusia 12 (dua belas) tahun sebagai ahli waris. Andi memegang saham sebesar 20% dan pemegang saham yang lain (Aji) besarnya 80%. Manakala ahli warisnya ingin mengambil alih kepemilikan saham 20% tersebut, apakah perlu dilaksanakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), dan apakah membutuhkan akta perwalian ? *contoh kasus ahli waris
Jawaban:
Menurut Pasal 60 ayat (1) UUPT, saham merupakan benda bergerak yang memberikan beberapa hak kepada pemiliknya. Saham dapat diwariskan karena saham dianggap sebagai benda oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pengalihan saham karena waris merupakan “peralihan hak karena hukum” sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 57 ayat (2) UUPT Yang dimaksud dengan “peralihan hak karena hukum”, antara lain peralihan hak karena kewarisan atau peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan. Oleh karena itu, pewarisan saham tidak diharuskan memenuhi beberapa persyaratan seperti pemindahan hak saham karena sebab lain. Menurut Pasal 57 UUPT, pemindahan saham karena waris tidak diharuskan untuk menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lain dan mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun pewarisan saham tetap harus mendapat persetujuan dari instansi berwenang. Pemindahan saham harus dilakukan dengan akta pemindahan hak, sesuai Pasal 56 UUPT. Akta tersebut bisa berupa akta notaris atau akta bawah tangan. Akta tersebut atau salinannya kemudian disampaikan secara tertulis kepada perusahaan. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus. Direksi juga harus memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) maksimal 30 hari sejak tanggal pencatatan. Dalam hal perusahaan menolak keberadaan ahli waris sebagai pemegang saham, maka ahli waris tersebut dapat menggugat di pengadilan. Terkait dengan ahli waris anak di bawah umur dapat dibuatkan akta perwalian yang tujuannya agar anak tersebut tetap dapat memperoleh haknya, sebagai subjek hukum.
Pengalihan Piutang (Cessie) yang Berakibat lamanya Pelunasan Pembayaran Piutang
Klien G
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Pertanyaan:
Saya memiliki Klien PT. A dan dalam keadaan Pailit serta telah mengkuasakan kepada Kuratornya Pak Adi, sedang bermasalah dalam utang-piutang yang terjadi dengan PT.B. Klien sebagai seorang debitur beritikad baik ingin melunasi utangnya. Namun, dipertengahan PT.B mengalihkan piutangnya kepada PT.C dengan Akta Cessie yang dibuat di hadapan Notaris. Hal ini diketahui oleh Klien. Dalam pengalihan piutang tersebut ternyata telah lewat 2 bulan PT.C tidak dapat menjualkan barang-barang PT. A, sehingga Kurator PT.A bermaksud untuk menjual brang-barang tersebut kemudian hasil penjualannya digunakan untuk melunasi utang PT.A. Apakah Pak Adi dapat menjualkan barang-barang tersebut ? serta bagaimana perlindungan hukum bagi Cessus dan Cessionaris ?
Jawaban
- Berdasarkan Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Kewajiban Penundaan Pembayaran menyatakan: “Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak Kreditor pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut.” Sehingga Pak Adi dapat memperoleh benda-benda debitur kembali, dan kemudian menjual benda-benda tersebut yang mana hasilnya untuk digunakan sebagai pelunasan utang PT.A
- Perlindungan Hukum untuk Cessus dan Cessionaris adalah kepada cessus (debitur) saat dilakukan pemberitahuan oleh pihak cessionaris (kreditur baru) yang belum dikenalnya, adalah dengan meminta asli salinan akta perjanjian jual beli dan pengalihan piutang tersebut atau berupa fotocopi yang telah dilegalisasi notaris. Dan untuk cessionaris (kreditur baru) adalah tetap berhak menagih atas pembayaran yang telah dibayarkan kepada cedent (kreditur awal) tersebut, dalam hal cessus (debitur) sudah mengetahui atas pengalihan piutang tersebut dan tetap melakukan pembayaran ke cedent (kreditur awal).
Status Tanah Hak Milik yang di dalamnya terdapat Tambang Emas
Klien H
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Pertanyaan:
Klien saya Rudi mempunyai Hak Milik atas tanah seluas 500 m2. Berdasarkan penelitian di bawah tanah Hak Milik Rudi tersebut terdapat tambang emas. Jelaskan apakah tambang emas tersebut merupakan Hak Milik Rudi ?
Jawaban:
Mengenai tanah yang terdapat tambang emas tersebut tidak dapat menjadi Hak Milik Rudi, sebab berdasarkan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria disebutkan “Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”. Sehingga tanah tersebut dikuasai oleh negara, yang artinya negaralah yang memiliki kewenangan untuk mengurus atau mengelola peruntukan dan penggunaan tanah tambang emas yang terdapat di bawah tanah Hak Milik Rudi tersebut.
Status Kepemilikan Hak Atas Tanah Badan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Klien I
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Pertanyaan :
Klien saya memiliki sebuah badan hukum PT yang terdapat di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. PT tersebut bergerak di industri non pertanian maupun peternakan. Dimana badan hukum tersebut didirikan di atas tanah yang berstatus Hak Guna Bangunan dengan luas 9.490m2. Manakala klien saya ingin meningkatkan status tanah yang semula HGB menjadi Hak Milik apakah bisa? Dan Siapakah yang berwenang untuk menindaklanjuti pendaftaran tanah tersebut?
Jawaban :
Pada dasarnya badan hukum tidak dapat memperoleh tanah dengan status hak milik, karena yang dapat memiliki status tanah hak milik hanya subyek hukum perorangan Warga Negara Indonesia vide Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 20 ayat 1 dan 21 ayat 1. Badan hukum hanya dapat memperoleh status tanah Hak Guna Bangunan untuk badan hukum industri non pertanian (vide Pasal 36 ayat 1 hruf b) dan Hak Guna Usaha untuk badan hukum industri yang bergerak dibidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan (vide Pasal 28 ayat 1 ), dapat pula dengan Hak Pakai (vide Pasal 42 huruf c, d) . Hanya badan hukum tertentu yang dapat memiliki status tanah hak milik yakni badan hukum yang bergerak dibidang sosial, keagamaan (yayasan) vide Pasal 21 ayat 2. Sehingga dalam kasus di atas klien saya tidak dapat meningkatkan status tanah yang di atasnya didirikan badan hukum PT, tanah tersebut tetap berstatus Hak Guna Bangunan. Jika ingin meningkatkan dengan SHM maka harus merubah subyek hukum pemegang hak atas tanah tersebut menjadi perorangan. Untuk kewenangan tanah kurang dari 10.000m2 adalah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Lumajang vide Pasal 4 huruf b Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 tetang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.
Apakah Agunan Debitur yang mengalami Kredit Macet bisa dilakukan AYDA oleh Bank ? bagaimana proses melakukan AYDA oleh Bank ?
Klien J
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Jawaban:
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan Bank Indonesia No. 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yang dimaksud dengan AYDA adalah
“…. Aktiva yang diperoleh Bank, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank.”
Berdasarkan Rumusan Hukum Rapat Pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung RI, Rumusan Hukum Kamar Perdata Tahun 2023 (SEMA Nomor 3 Tahun 2023) Perdata Khusus menyatakan bahwa :
- AYDA tidak dikonstruksikan sebagai jual beli objek jaminan, melainkan hanya penyerahan objek jaminan secara sukarela kepada bank untuk dijual sebagai pelunasan utang;
- Selama AYDA belum terjual maka status bank tetap sebagai kreditor separatis dan objek AYDA merupakan boedel pailit, namun ketika objek AYDA sudah terjual, sedangkan masih ada sisa piutang, maka bank dapat menagihnya dalam status sebagai kreditor konkuren;
- Hakim Pengawas dalam menjalankan tugasnya mengacu kepada informasi yang tersedia pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang selalu di update dengan data dari bank yang bersangkutan untuk menentukan status debitor.
Berdasarkan Pasal 6 Jo. Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, proses pengalihan terhadap barang-barang agunan dapat melalui mekanisme lelang atau melalui mekanisme penjualan di bawah tangan dengan persetujuan dari pemilik agunan.
Mekanisme lelang dapat dilakukan dengan tiga cara, antara lain :
- Melalui penetapan pengadilan negeri;
- Melalui Lembaga Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL);
- Melalui Balai Lelang Swasta.
Untuk meminimalisir terjadinya tuntutan/gugatan di kemudian hari, dalam praktiknya proses AYDA selalu diikuti dengan balik nama sebagai bentuk pengalihan kepemilikan di hadapan Notaris/PPAT.
Bagaimana Eksekusi Hak Tanggungan pada Agunan Debitur yang mengalami Kredit Macet ?
Klien K
Dijawab oleh: Berliane Rezty Anggriheny., S.H., M.Kn.
Jawaban:
Ketentuan terkait Hak Tanggungan telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Manakala Debitur tidak melaksanakan kewajibannya atau Wanprestasi, maka Bank akan mengirimkan Surat Peringatan kepada Debitur agar melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran angsuran kredit sesuai yang diperjanjikan. Untuk memenuhi syarat peringatan, biasanya Bank akan mengirimkan Surat Peringatan sebanyak 3 (tiga) kali kepada Debitur. Apabila telah diperingati secara patut tetapi Debitur tidak juga melakukan pembayaran kewajibanya, maka Bank melalui ketentuan hukum yang terdapat pada Pasal 6 Jo Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, akan melakukan proses Lelang terhadap Jaminan Debitur. Bank biasanya lebih banyak mengajukan permohonan Lelang Jaminan Hak Tanggungan kepada Balai Lelang Swasta. Selanjutnya Balai Lelang Swasta akan meneruskan permohonan tersebut kepada KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) yang merupakan salah satu unit kerja pada Dit. Jend Kekayaan Negara Departemen Keuangan RI. Ketika Balai Lelang Swasta bertindak sebagai Fasilitator pelaksanaan Lelang, landasan aturan hukum yang dipakai adalah Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang mengisyaratkan bahwa Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hukum pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). apabila objek lelang Jaminan Hak Tanggungan terdapat perlawanan hukum dari Debitur ataupun pihak lain, maka Balai Lelang Swasta ataupun KPKNL tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi pengosongan atas objek lelang yang sudah dibeli oleh peserta/pembeli lelang. Bahwa kewenangan pelaksanaan Eksekusi Pengosongan terhadap suatu objek merupakan kewenangan badan peradilan. Sedangkan didalam prakteknya Pengadilan tidak dapat langsung melaksanakan Eksekusi Pengosongan terhadap objek Lelang bermasalah yang dilelang oleh Balai Lelang Swasta. Hal tersebut terjadi karena Pengadilan menganggap bahwa terhadap Objek Lelang yang dijual oleh Balai Lelang Swasta tidak terdapat peletakkan sita (beslag) oleh badan Pengadilan. Sementara prosedur hukum untuk melakukan eksekusi pengosongan mewajibkan harus adanya penetapan sita terlebih dahulu oleh Pengadilan, kemudian dengan dasar itu dapat dilakukan eksekusi pengosongan (H.I.R / R.B.G). Pelaksanaan Lelang melalui Pengadilan adalah cara yang tepat dalam mencari kepastian hukum terhadap proses lelang hak tanggungan antara Bank dan Nasabah. Pemohon Lelang Eksekusi (Bank) mengajukan permohonan melalui Kepaniteraan Pengadilan, kemudian Pengadilan menerbitkan Surat Anmaning (Peringatan kepada debitur) sebanyak 2 (dua) kali untuk diberi kesempatan melakukan pelunasan pinjaman kepada bank. Apabila Debitur tidak melaksanakan kewajibannya meskipun sudah diperingati (anmaning) maka selanjutnya Pengadilan meletakkan sita jaminan terhadap objek lelang lalu meneruskan prosesnya sampai dilakukannya Pelaksanaan Lelang oleh KPKNL sebagai penyelenggara lelang yang difasilitasi oleh Badan Peradilan. Manakala terhadap objek lelang yang terjual tersebut terdapat pihak-pihak yang tidak mau menyerahkan objek lelang kepada pemenang lelang, maka Pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah memiliki kewenangan untuk melaksanakan eksekusi pengosongan terhadap objek lelang tersebut.
Hubungi kami kantor advokat “HUFRON & RUBAIE” untuk pertanyaan, konsultasi, atau jasa hukum & bisnis: