Kontak Kami:
031-502 5926

SISTEM PERADILAN INDONESIA

SISTEM PERADILAN INDONESIA

Kantor Advokat Surabaya “HUFRON & RUBAIE”

Artikel: 22/07/20

Peristilahan

•Kekusaan Yudikatif

•Kekuasaan Yustisial

•Kekuasaan Kehakiman

•Kekuasaan Yudisial
(Rimdan, Kekuasaan Kehakiman pasca Amandemen Konstitusi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm 2)

Pengertian Pengadilan dan Peradilan

Menurut R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio

“Pengadilan (rechtsbank, court) adalah badan yang melakukan peradilan, yaitu memeriksa dan memutusi sengketa-sengketa hukum dan pelanggaran-pelanggaran hukum/undang-undang. Peradilan (rechtspraak, judiciary) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara menegakkan hukum dan keadilan.“

Menurut Sjachran Basah

Penggunaan istilah pengadilan itu ditujukan kepada badan atau wadah yang memberikan peradilan, sedangkan peradilan menunjuk kepada proses untuk memberikan keadilan dalam rangka menegakkan hukum (het rechtspreken)”.

Rochmat Soemitro

Unsur-unsur  peradilan itu terdiri atas empat anasir

1.Adanya   aturan   hukum yang abstrak yang mengikat umum yang dapat diterapkan pada suatu persoalan.

2.  Adanya suatu perselisihan hukum yang konkrit

3.  Ada sekurang-kurangnya dua pihak

4.  Adanya suatu aparatur  peradilan yang berwenang memutuskan perselisihan

Jimly Asshiddiqie

Peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan tugas memutus perkara dengan menerapkan hukum, menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Teori Negara Hukum

Kemandirian Yudisial :
Ciri Negara Hukum Demokratis INTERNATIONAL COMMISION OF JURISTS DI BANGKOK, FEBRUARI 1965 (The Dinamic Aspects Of The Rule Of LawIn Modern Age )

Perlindungan konstitutional atas HAM

2. Badan kehakiman yang merdeka dan tidak memihak
(independent and  impartial tribunals);

3. Pemilihan umum yang bebas;

4. Kebebasan menyatakan pendapat;

5. Kebebasan untuk berserikat /organisasi dan beroposisi;

6. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education).

De Secondat de Montesquieu (1689-1755)  dalam bukunya ” The spirit of laws”  yang membagi kekuasaan negara menjadi tiga :

•kekuasaan legislatif (la puissance legislative);

• kekuasaan eksekutif (la puissance executive);

• kekuasaan yudisial (la puissance de juger ).

Montesquieu menekankan  arti pentingnya kebebasan atau kemandirian kekuasaan yudisial demi menjamin perlindungan hak asasi warga negara yang pada masa itu menjadi korban despotis raja-raja.

•Ketiga kekuasaan tersebut menurut Montesquieu masing-masing terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas (functie) maupun perlengkapan (orgaan) yang melakukannya. Ajaran pemisahan tiga kekuasaan ini oleh Imanuel Kant diberi nama ”trias politica”. (vide : Montesquieu, Membatasi Kekuasaan : Telaah Mengenai Jiwa Undang Undang (Spirit of the Laws), Gramedia, Jakarta, 1993, hlm 44-45 dan Ismail Sunny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1978, hlm 6)

Teori Pemisahan Kekuasaan

Dalam doktrin atau ajaran pemisahan kekuasaan (separation of powers)  prinsip utama yang harus dilaksanakan adalah kekuasaan yudisial dalam negara hukum harus bebas dari campur tangan badan eksekutif. Hal ini dimaksudkan agar kekuasaan yudisial dapat berfungsi secara sewajarnya, demi penegakan hukum dan keadilan serta menjamin hak asasi manusia.

Teori Kemandirian Peradilan

MENURUT MUCHSINIndependensi Normatif yaitu independensi yang sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan, sebagaimana dalam kekuasaan kehakiman yang didalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka. •Independensi empiris/realita yaitu independensi yang sesuai dengan kenyataan dalam praktek di lapangan, hakim dapat menentukan sendiri putusannya tanpa ada campur tangan atau tekanan dari pihak manapun. (Muchsin, Kekuasaan kehakiman Yang Merdeka, Untag Press, Surabaya, 2010,  hlm 10)

Ricard D. Aldrich

Kekuasaan Peradilan yang merdeka memiliki dua pengertian :

1.Kemerdekaan Personal (personal independent) adalah kebebasan yang dikaitkan dengan keberadaan individu hakim (kebebasan hakim); 2.Kemerdekaan Substantif (Substantive Independent) adalah kebebasan yang berkaitan dengan isi putusan yang akan diambilnya.

DASAR HUKUM KEKUASAAN YUDISIAL

UUD NRI  TAHUN 1945 ; UU RI  NO. 48 TAHUN 2009 TTG KEKUASAAN KEHAKIMAN; UU RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG; üUU RI NO.  5 TAHUN 2004 TENTANG  PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG ; UU RI NO. 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG; UU RI NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI; UU RI NO. 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN  UU RI NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI;

UU RI  NO. 48 TAHUN 2009 TTG KEKUASAAN KEHAKIMAN; UU RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG; UU RI NO.  5 TAHUN 2004 TENTANG  PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG ; UU RI NO. 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG; UU RI NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI; UU RI NO. 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN  UU RI NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI;


 

   

2 Comments - Leave a Comment
  • Pingback: Bedah Materi PKPA: Sistem Peradilan di Indonesia – Heylaw Blog

  • Leave a comment

    Your email address will not be published. Required fields are marked *